Bentan.id – Kala menjabat sebagai Panglima ABRI dekade 80an, Jenderal M Yusuf sangat rajin blusukan ke barak2 prajurit. Ia juga sering meninjau asrama prajurit.
Suatu hari di tahun 80an, Panglima TNI Jenderal M Yusuf meninjau asrama prajurit di Ambon.
Di asrama Ambon itu, M Yusuf terpekur lama. Hatinya begitu masygul. Kondisi asrama prajurit sangat menyedihkan. Bocor di sana-sini, bangunannya pun nyaris ambruk. Hal itu sampai membuat jenderal bintang empat itu berpikir keras.
“Aku tak sampai hati melihatnya. Kalau harus dipindahkan ke mana ya?” kata Jenderal Jusuf.
Segera saja dia panggil Gubernur Maluku Hasan Slamet. Atas campur tangan gubernur, asrama tentara tersebut dapat dipindahkan ke lokasi yang lebih baik dan dibangun hingga layak ditinggali.
Sebagai anak kolong, saya ikut juga kecipratan kebijakan Jenderal M Yusuf. Saat tinggal di asrama polisi Medan, keluarga prajurit mendapat ransum beras dan lauk pauk yang semakin baik kualitas dan kuantitasnya.
Jauh sebelumnya, kehidupan prajurit sungguh menyedihkan. Jenderal M Yusuf mengubah kesusahan hidup keluarga para prajurit itu.
Sampai hari ini, Jenderal M Yusuf dikenang sebagai jenderal yang sangat peduli pada kehidupan prajurit. Ia sosok sederhana. Kebapakan. Rendah hati. Penyayang.
Di Kecamatan Toapaya, Bintan, Kepulauan Riau, ada sebuah Desa Kangboi. Desa ini langganan banjir. Saban tahun selalu terendam banjir. Rumah warga sampai terendam. “Saya hitung cermat. Kalau dipindahkan terlalu mahal biayanya. Tidak ada uang. Saya berpikir keras bagaimana cara agar Kangboi tidak kebanjiran lagi”, ujar Bang Ansar sambil memperlihatkan desa Kangboi pada saya.
“Duit tidak ada. Terus gimana cara mengatasinya bang?”, tanya saya heran.
Ansar Ahmad tak kehilangan akal.
Suatu hari, ada pertemuan besar dengan seluruh kepala daerah se Sumatera di Batam. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengundang seluruh kepala daerah se Sumatera bicara soal mitigasi korban bencana.
“Tahu gak dinda…dari ratusan Bupati dan Wali Kota yang diundang, hanya saya Bupati yang hadir langsung. Daerah lain mengirim utusan”, ujar Bang Ansar.
Lagi-lagi insting tajam Ansar cespleng. Ansar tahu kehadiran Kepala BNPB membawa berkah.
Ansar mendekati Kepala BNPB. Ia curhat soal Desa Kangboi, Toapaya yang setiap tahun langganan banjir. Tapi tak bisa berbuat apa-apa karena APBD Bintan tidak bisa diandalkan.
Ansar mengajak Kepala BNPB ke Desa itu. Kepala BNPB bersedia. Usai rapat, mereka keliling Desa Kangboi.
Ansar merayu habis. Meminta tolong agar BNPB menggelontorkan dana bantuan bencana.
“Baru saya tahu ternyata banyak anggaran di BNPB”, ujar Bang Ansar.
Proyek normalisasi drainase Desa Kangboi akhirnya berhasil dibangun. Anggaran sekitar Rp 15 M dari BNPB cair. Pembangunan jembatan di Desa Kangboi juga berhasil dibangun. “Tantangan terbesar yaitu membangun beton pembatas tepi laut di sepanjang pantai wisata Trikora Pantai Trikora”, ujar Bang Ansar.
Ansar menyeruput teh tariknya. Ia tersenyum kecil. Saya melihat wajahnya yang masih terlihat segar padahal hari itu, sudah 7 lokasi kampanye dikunjunginya.
Obrolan kami semakin dalam. Sepertinya Bang Ansar punya banyak cerita keren selama ia menjabat Bupati Bintan 2005-2015.
“Saya rayu lagi Kepala BNPB. Saya pikir sampe kapanpun APBD Bintan tidak akan bisa membangun beton pembatas tepi laut Pantai Trikora. Kalo dipaksakan insentif guru dan beasiswa dokter spesialis bisa macet”, ujar Bang Ansar.
“Trus..rayuan abang berhasil?”, tanya saya gak sabar.
“Rp 78 Milyar dinda. Semua biaya pembangunan dari BNPB”, ucap Bang Ansar bangga.
Spontan saya tepuk tangan saat mendengar rayuan Bang Ansar berhasil. Bang Ansar kaget. Saya tertawa. Perjuangan yang tidak gampang. Banyak kepala daerah lebih memilih ongkang-ongkang kaki dari pada berjuang mengatasi persoalan daerahnya.
Seperti nasib teman saya di Kabupaten Simalungun. Hampir merata jalan-jalan di sana hancur rusak parah. Akses transportasi darat antar Desa berlumpur dan berlubang. Kendaraan yang lewat bak masuk medan perang hutan belantara.
Warga Simalungun di sana sudah masuk tahap putus asa tak bisa mau bilang apa lagi. Mereka hanya mengeluh di media sosial.
Alasan klasik Bupati di sana selalu soal anggaran yang minim. Anggaran tidak ada. Semua juga bisa bilang gitu. Ngapain jadi pemimpin kalo gak bisa mengatasi masalah. Wong pegadaian saja bisa mengatasi masalah tanpa masalah.
Semua daerah sejatinya punya masalah yang sama. Anggaran minim. Duit tidak ada. APBD cekak. Tapi bagi seorang pemimpin yang cerdik dan pantang menyerah, kendala itu bukan jadi alasan berleha-leha tak mau cari solusi. Ansar Ahmad sebagai Bupati tahu duit Rp 400 M APBD Bintan tak bisa diandalkan. Jika uang APBD itu diambil membangun infrastruktur, maka nasib guru dan dokter bakal menjerit.
Selama menjabat Bupati Bintan, APBD Bintan tidak disenggol sedikitpun untuk pembangunan infrastruktur. Tapi lihatlah hasilnya pembangunan di Bintan. Jalan-jalan lebar mulus membentang panjang di seluruh Kabupaten Bintan. Jembatan penghubung antar daerah dibangun. Desa Kangboi tidak lagi langganan banjir. 7.000 rumah warga miskin dibangun. Pembatas beton tepi laut Pantai Wisata Trikora senilai Rp 78 Miliar tuntas. Semua berasal dari APBN.
“Jika kepala daerah mau turun dan kerja keras, saya pikir masalah di daerah itu bisa diatasi”, ujar Bang Ansar yakin.
Uppsss…saya melihat ada getar semangat di garis mukanya. Ia tidak bicara di awang-awang. Ia sudah membuktikannya. Pantesan warga Bintan begitu sayang sama Bang Ansar. Seperti rasa sayang prajurit TNI menyayangi M Yusuf kala itu. Kebaikan yang sejati itu memang akan dikenang selalu. Dikenang oleh mereka yang tahu berterimakasih.
Nah, jika saat jadi Bupati Bintan saja ia sudah begitu sukses membawa Bintan maju, bagaimana lagi jika jadi gubernur Kepri ya?
Uppsss…gak terbayang deh.(***)